Minggu, 30 September 2012

Penentuan Kadar Protein Metode Kjedahl


1.      Pendahuluan
Protein merupakan polimer asam amino. Ada puluh asam amino yang berbeda merupakan  penyusun protein alami. Protein dibedakan satu sama lain berdasarkan tipe, jumlah dan susunan asam aminonya. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan struktur molekuler, kandungan nutrisi dan sifat fisikokimia. Protein merupakan konstituen penting dalam makanan, dimana protein merupakn sumber energi sekaligus mengandung asam-asam amino esensial seperti lysine, tryptophan, methionine, leucine, isoleucine dan valine (esensial berarti penting bagi tubuh, namun tidak bisa disintesis dalam tubuh). Protein juga merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsur kandungan (ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilanm tekstur atau stabilitas yang
diinginkan. Misalnya, protein digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent),
pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener).
Beberapa protein makanan merupakan enzim yang mampi meningkatkan laju reaksi biokimia tertentu, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan merusak. Di dalam analisis makanan, mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan sifat fungsional dari protein sangat penting.  


2. Penentuan Kadar Protein Total
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl dikembangkan pada tahun 1883 oleh pembuat bir bernama Johann Kjeldahl. Makanan didigesti dengan asam kuat sehingga melepaskan nitrogen yang dapat ditentukan kadarnya dengan teknik titrasi yang sesuai. Jumlah protein yang ada kemudian dihitung dari kadar nitrogen dalam sampel.  
Prinsip dasar yang sama masih digunakan hingga sekarang, walaupun dengan modifikasi untuk mempercepat proses dan mencapai pengukuran yang lebih akurat. Metode ini masih merupakan metode standart untuk penentuan kadar protein. Karena metode Kjeldahl tidak menghitung kadar protein secara langsung, diperlukan faktor konversi (F) untuk menghitung kadar protein total dan kadar nitrogen.  Faktor konversi 6,25 (setara dengan 0,16 g nitrogen per gram protein) digunakan untuk
banyak jenis makanan, namun angka ini hanya nilai rata-rata, tiap protein mempunyai faktor konversi yang berbeda tergantung komposisi asam aminonya. Metode Kjeldahl terdiri dari tiga langkah : digesti, netralisasi dan titrasi. 

 Prinsip
a. Digestion
Sampel makanan yang akan dianalisis ditimbang dalam labu digesti dan didigesti dengan pemanasan dengan penambahan asam sulfat (sebagai oksidator yang dapat mendigesti makanan), natrium sulfat anhidrat (untuk mempercepat tercapainya titik didih) dan katalis sepert tembaga (Cu), selenium, titanium, atau merkurium (untuk mempercepat reaksi).  Digesti mengubah nitrogen dalam makanan (selain yang dalam bentuk nitrat atau nitrit) menjadi amonia, sedangkan unsur oganik lain menjadi CO2 dan H2O. Gas amonia tidak dilepaskan ke dalam larutan asam karena berada dalam bentuk ion amonium (NH4+) yang terikat dengan ion sulfat (SO42-) sehingga yang berada dalam larutan adalah :
 N(makanan)  (NH4)2SO4                                             (1)

b. Netralisasi
Setelah proses digesti sempurna, labu digesti dihubungkan dengan labu penerima (recieving flask) melalui sebuah tabung. Larutan dalam labu digesti dibasakan dengan penambahan NaOH, yang mengubah amonium sulfat menjadi gas amonia :
 (NH4)2SO4 + 2 NaOH  2 NH3 + 2 H2O + Na2SO4   (2)
Gas amonia yang terbentuk dilepaskan dari larutan dan berpindah keluar dari labu digesti masuk ke labu penerima, yang berisi asam borat berlebih. Rendahnya pH larutan di labu penerima mengubah gas amonia menjadi ion amonium serta mengubah asam borat menjadi ion borat:
 NH3 + H3BO3  NH4+  + H2BO3-                               (3)

c. Titrasi
Kandungan nitrogen diestimasi dengan titrasi ion amonium borat yang terbentuk dengan asam sulfat atau asam hidroklorida standar, menggunakan indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi.
 H2BO3- + H     +  H3BO3                                            (4)
Kadar ion hidrogen (dalam mol) yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir titrasi setara dengan kadar nitrogen dalam sampel makanan (persamaan 3).  
Persamaan berikut dapat digunakan untuk menentukan  kadar nitrogen dalam mg sampel menggunakan larutan HCl xM untuk titrasi.
%N                     (5)
Dimana vs dan vb adalah volume titrasi sampel dan blanko, 14g adalah berat molekul untuk nitrogen N. Penetapan blanko biasanya dilakukan pada saat yang sama dengan sampel untuk memperhitungkan nitrogen residual yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Setelah kadar nitrogen ditentukan, dikonversi menjadi kadar proteind dengan faktor konversi yang sesuai :
 % Protein = F x %N.
Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan : 
• Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih merupakan
metode standar dibanding metode lain. 
• Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat metode ini
banyak digunakan untuk penetapan kadar protein. 
b. Kerugian :
• Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena tidak semua
nitrogen dalam makanan bersumber dari protein. 
• Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena susunan residu
asam amino yang berbeda.
• Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga beberapa katalis.
• Teknik ini membutuhkan waktu lama.

sumber : 
http://rinaherowati.files.wordpress.com/2011/10/2-analisis-protein_.pdf


Senin, 24 September 2012

Analisis Minyak dan Lemak Metode Soxhlet


I. Pendahuluan
Lipida adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun
jaringan tumbuhan dan hewan. Lipida merupakan golongan senyawa organik kedua yang
menjadi sumber makanan, merupakan kira-kira 40% dari makanan yang dimakan setiap
hari. Lipida mempunyai sifat umum sebagai berikut:
· lidak larut dalam air
· larut dalam pelarut organik seperti benzena, eter, aseton, kloroform, dan
karbontetraklorida
· mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen, kadang-kadang
juga mengandung nitrogen dan fosfor
· bila dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak
· berperan pada metabolisme tumbuhan dan hewan.
Berbeda dengan karbohidrat dan protein, lipida bukan suatu polimer, tidak
mempunyai satuan yang berulang. Pembagian yang didasarkan atas hasil hidrolisisnya,
lipida digolongkan menjadi lipida sederhana, lipida majemuk, dan sterol.
A. Lipida Sederhana
Minyak dan lemak termasuk dalam golongan lipida sederhana. Minyak dan lemak
yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain
trigliserida, yaitu: lipida kompleks (lesitin, sephalin, fosfatida lainnya, glikolipida), sterol
yang berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, asam lemak bebas, lilin,
pigmen yang larut dalam lemak, dan hidrokarbon. Komponen tersebut mempengaruhi
warna dan flavor produk.
Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari
gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan,
kacang-kacangan, biji-bijian, akar tanaman, dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan
lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose
dan sumsum tulang.
Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trigliserida dari gliserol dan asam
lemak. Berdasarkan bentuk strukturnya trigliserida dapat dipandang sebagai hasil kondensasi ester dari satu molekul gliseril dengan tiga molekul asam lemak, sehingga
senyawa ini sering juga disebut sebagai triasilgliserol. Jika ketiga asam lemak penyusun
lemak itu sama disebut trigliserida paling sederhana. Tetapi jika ketiga asam lemak tersebut
tidak sama disebut dengan trigliserida campuran. Pada umumnya trigliserida alam
mengandung lebih dari satu jenis asam lemak. Trigliserida jika dihidrolisis akan
menghasilkan 3 molekul asam lemak rantai panjang dan 1 molekul gliserol. Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam lemak jenuh akan
berwujud padat pada suhu kamar. Kebanyakan lemak binatang tersusun atas asam lemak
jenuh sehingga berupa zat padat. Lemak yang sebagian besar tersusun dari gliserida asam
lemak tidak jenuh berupa zat cair pada suhu kamar, contohnya adalah minyak tumbuhan.
Lemak jika dikenakan pada jari akan terasa licin, dan pada kertas akan membentuk titik
transparan.


II.  ANALISIS LIPIDA
A. Penentuan Kadar Minyak/Lemak
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan dengan alat
ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan cara ekstraksi yang efisien,
karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh kembali. Dalam penentuan kadar minyak
atau lemak, bahan yang diuji harus cukup kering, karena jika masih basah selain
memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi
dalam perhitungan (Ketaren, 1986:36).

Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel kemudian kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebabkan penyaluran. Walaupun begiru, metode ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada metode kontinu (Nielsen 1998).Prinsip Soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti-bumpingstill pot (wadah penyuling, bypass sidearmthimble selulosa,extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih 1997).Langkah-langkah dalam metode Soxhlet adalah : menimbang tabung pendidihan ; menuangkan eter anhydrous dalam tabung pendidihan, susun tabung pendidihan, tabung Soxhlet, dan kondensator ; ekstraksi dalam Soxhlet ; mengeringkan tabung pendidihan yang berisi lemak yang terekstraksi pada oven 1000C selama 30 menit ; didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (Nielsen 1998).Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 sampai dengan 10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel) , di atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah petroleum spiritus dengan titik didih 60 sampai dengan 80°C. Selanjutnya, labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60 – 80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak pada pelarut organik. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam Soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan Soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak kemudian mulai dipanaskan (Darmasih 1997).Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati Soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju  labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan dan dikeringkan (Darmasih 1997).

Prosedur Percobaan
Labu lemak disiapkan dan ditimbang terlebih dahulu sebelum digunakan.
                       
Labu lemak kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit 
dalam suhu 1050
 C. 

Sampel ditimbang tepat 3 gram di dalam kertas saring yang sesuai ukurannya.

didinginkan dalam desikator selama 20 menit setelah itu ditimbang. 


Pelarut lemak dimasukkan kedalam labu lemak secukupnya. 
            


Kertas saring diikat kemudian dimasukkan kedalam alat ekstraksi Soxhlet.
 


Dituang pelarut (hexana) secukupnya ke dalam alat ekstraksi Soxhlet
 

Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang


Setelah selesai diekstraksi maka dikeluarkan contoh dan pelarutnya

Dihidupkan air pendingin dan pemanas kemudian dilakukan ekstraksi hingga semua lemak terpisah

Labu lemak dikeringkan sekitar 60 menit di dalam oven

Setelah selesai, pelarut kemudian disuling kembali dan labu lemak diangkat dan dikeringkan dalam oven pada suhu 1050 C 
Daftar Pustaka






Selasa, 18 September 2012

Gula Reduksi Karbohidrat


Latar Belakang
Karbohidrat secara sederhana dapat diartikan suatu senyawa yang terdiri dari molekul-molekul karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) atau karbon dan hidrat (H2O) sehingga dinamakan karbo-hidrat. Dalam tumbuhan senyawa ini dibentuk melaui proses fotosintesis antara air (H2O) dengan karbondioksida (CO2) dengan bantuan sinra matahari (UV) menghasilkan senyawa sakarida dengan rumus (CH2O)n.

Ada banyak fungsi dari karbohidrat dalam penerapannya di industri pangan, farmasi maupun dalam kehidupan manusia sehari-hari. Diantara fungsi dan kegunaan itu ialah: Sebagai sumber kalori atau energy, sebagai bahan pemanis dan pengawet, Sebagai bahan pengisi dan pembentuk, sebagai bahan penstabil, sebagai sumber flavor (karamel), dan sebagai sumber serat (Winarno 2007).

Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer.

Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu2+ R-COOH + Cu2O
2 Cu2+ + 4 I- Cu2I2 + I2
2 S2O32- + I2 S4O62- + 2 I-

Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Winarno 2007).

I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen.

Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan menggunakan prosedur Lae-Eynon (Anonim 2009).

Metode Luff Schoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan reagen yang berbeda.


Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah labu takar, pipet tetes, erlenmeyer, buret, gelas ukur, kertas saring. Selanjutnya, bahan-bahan yang digunakan adalah Pb Asetat setengah basa, Na2HPO4 10 %, KI 30 %, H2SO4 25 %, Na2S2O3 0,1 N, larutan Luff, aquades, indikator PP.

Prosedur Kerja
Contoh sebanyak 5-10 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml serta ditambah air aquades hingga tanda tera.

Disaring dan dipipet 50 ml filtratnya, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml. Ditambahkan 10 ml Pb asetat setengah basa kemudian dikocok. Dites dengan tetesan larutan Na2HPO4 10 %. Bila timbul endapan putih berarti sudah cukup.

Ditambahkan air hingga tanda tera, dikocok dan dibiarkan sekitar 30 menit dan kemudian disaring.

Sebelum terjadi Inversi
Filtrat sebanyak 10 ml dipipet ke dalam labu erlenmeyer 500 ml bertutup asah. Ditambahkan 15 ml air , dan 25 ml larutan luff.

Dipanaskan selama 2 menit sampai mendidih dan didihkan terus selama 10 menit dengan nyala kecil. Diankat dan didinginkan cepat.

Setelah dingin ditambahkan 10-15 ml KI 30 % dan 25 ml H2SO4 25 % dengan pelan-pelan.

Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N dan larutan kanji 0,5 % sebagai indikator setelah larutan menjadi berwarna putih kekuningan.

Setelah terjadi inversi
Filtrat sebanyak 50 ml dipipet dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Ditambahkan 5 ml HCL 25 % kemudian labu dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60-70 0C.

Dibiarkan selama 10 menit agar menginversi gula-gula.

Diangkat dan didinginkan, ditambahkan NaOH 30 % hingga merah jambu

Tepatkan hingga tanda tera dan kocok secukupnya.

Dipipetkan 10 ml larutan ini dan tetapkan gula sesudah inversi dengan cara di atas. Dari selisih kedua penitaran dapat diahitung jumlah glukosa fruktosa atau gula invert dengan menggunakan daftar.