Senin, 17 Desember 2012

Angka Penyabunan



A. Pendahuluan
Lipid merupakan senyaawa organik berlemak atau berminyak yang tidak larut dalam air yang dapat diekstrak dari sel atau jaringan tumbuhan dan hewan dengan menggunakan pelarut nonpolar seperti klorofom dan eter. Lipid terdapat di dalam semua bagian tubuh manusia terutama dalam otak, memiliki peranan penting dalam proses penting dalam metabolisme secara umum.
Beberapa kelas lipid antara lain lemak dan minyak, terpena, steroid, dan beberapa senyawa penting lainnya. Lemak dan minyak merupakan suatu trigliserida. Pada suhu kamar lemak berwujud padatan dan minyak berupa cairan. Sebagian besar gliserida pada hewan berupa lemak dan pada tumbuhan cenderung berupa minyak. Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan menjadi beberapa yaitu penentuan kuntitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang terdapat pada bahan pertanian dan olahanya, penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan dengan proses ekstraksinya, penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat berhubungan erat dengan kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya, bau maupun rasanya. Tolak ukur kualitasnya ini termasuk angka asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida, tingkat ketengikan, kadar air dan angka penyabunan.
Sabun merupakan merupakan suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi saponifikasi. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti “soap making”. Akar kata “sapo” dalam bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Pengertian Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika minyak / lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu Sabun dan Gliserin.






B. Metode Analisa Angka Penyabunan
Penentuan Angka Penyabunan
1. Peralatan yang diperlukan dalam penentuan angka penyabunan diantaranya:
- neraca analitik, 
- erlenmeyer 200 mL, 
- pipet ukur 50 mL,
- labu ukur, 
- pendingin balik (kompresor), 
- hot plate, 
- pipet tetes, 
- buret 50 mL, 
- spatula, 
- batang pengaduk, 
- botol semprot, 
- beaker glass dan bulp. 

2. Bahan-bahan yang digunakan antara lain 
- larutan KOH, 
- indikator phenolphtalein, 
- larutan asam klorida (HCl) 0,5 N dan sample margarine (blue band)

3. Prosedur dari penentuan angka penyabunan yaitu:
a. Menimbang contoh dengan teliti antara 1,5-5,0 gram dalam erlenmeyer 200 mL
b. Menambah larutan KOH sebanyak 50 mL, yang dibuat dari 40 gram KOH dalam 1 liter akohol
c. Menutupnya dengan pendingin balik (kompresor)
d. Mendidihkan dengan hati-hati selama 30 menit
e. Kemudian didinginkan
f. Menambahkan beberapa tetes indikator phenolphtalein (PP)
g. Mentitrasi kelebihan larutan KOH dengan larutan standar HCl 0,5 N
h. Melakukan titrasi blanko untuk mengetahui kelebihan larutan KOH
Penentuan Angka Penyabunan = (Vol sampel-Vol minyak) x N titran x BM KOH
Gram minyak.

C.  Pembahasan
Lipid adalah biomolekul organik yang itdak larut dalam air (hidrofobik). Fungsi lipid di dalam tubuh yaitu sebagi sumber energi, sumber bahan baku basa-basa purin dan pirimidin penyusun asam nukleat, biosintesis asan amino tertentu dan sebagainya. Lipid bisa berada dalam keadaan bebas maupun berikatan dengan makromelekul lain. Lipid yang berikatan dengan protein dissebut lipoprotein. Klasifikasi dari lipid yang umum yaitu: triasigliserol, lilin, fosfoglserida (fosfatidiletanolamin, fosfatidilkolin, fosfatidilserin, fosfatidilinositol, dan kardiolipin), spingolipida ( gangliosida, srebrosida, spingomielen), sterol dan ester asam lemak lainnya.
Lemak atau minyak adalah senyawa makromolekul berupa trigliserida, yaitu sebuah ester yang tersusun dari asam lemak dan gliserol. Jenis dan jumlah asam lemak penyusun suatu minyak atau lemak menentukan karakteristik fisik dan kimiawi minyak atau lemak. Disebut minyak apabila trigliserida tersebut berbentuk cair pada suhu kamar dan disebut lemak apabila berbentuk padat pada suhu kamar. Asam lemak berdasarkan sifat ikatan kimianya menjadi 2 :
1.Asam lemak jenuh
2. Asam lemak tidak jenuh
Sebagai zat gizi, lemak atau minyak semakin baik kualitasnya jika banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dan sebaliknya. Minyak atau lemak bersifat non polar sehingga tidak larut dalam pelarut polar seperti air dan larutan asam, tetapi larut dalam pelarut organik yang bersifat non polar seperti n-Hexane, Benzene, Chloroform, dll.
Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya semua bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida berbeda-beda maka tidak ada bahan pelarut umum (universal) untuk semua acam lipida.
Prosedur-prosedur analisa lemak dan minyak berkembang pesat, baik yang menggunakan alat peralatan sederhana maupun yang lebih mutakhir. Kemudahan analisa tersebut dimungkinkan antara lain:
a. Molekul lemak dan minyak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan dengan molekul karbohidrat dan protein.
b. Molekul-molekul lemak dan minyak dapat disintesakan di laboratorium menurut kebutuhan, sedangkan molekul protein dan karbohidrat yang kompleks, misalnya lignin belum dapat.
Hidrolisis lemak netral dalam air sangat lambat , tetapi dapat dipercepat dengan meningkatkan konsentrasi H+ atau OH-. Hidrolisis lemak netral oleh basa kuat seperti KOH dan NaOH disebut penyabunan, ion-ion karboksilat yang terbentuk dengan adanya kation akan menjadi sabun. Banyaknya miligram KOH yang dipakai untuk menyabunkan 1 gram lemak secara sempurna disebut angka penyabunan. Angka penyabunan dapat digunakan untuk menentukan berat moekul dari suatu lemak atau minyak. Kandungan asam lemak yang tinggi dapat berpengaruh terhadap rendahnya angka penyabunan
Penentuan angka penyabunan berbeda dengan penentuan kadar lemak, sampel yang dipergunakan untuk penentuan angka penyabunan adalah margarine. Penentuan bilangan penyabunan ini dapat dipergunakan untuk mengetahui sifat minyak dan lemak. Pengujian sifat ini dipergunakan untuk membedakan lemak yang satu dengan yang lainnya. Selain untuk mengetahui sifat fisik lemak atau minyak, angka penyabunan juga dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak dan lemak secara kasar.
Apabila sampel yang akan diuji disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol, maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau lemak. Larutan alkali yang tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam, sehingga jumlah alkali yang turut
bereaksi dapat diketahui. Pelarut yang dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkohol dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun. Kesalahan yang timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat, kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan. Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu dibandingkan dengan titrasi blanko.



D. KESIMPULAN
Penetuan angka penyabunan dilakukan untuk menentukan berat molekul dari suatu lemak atau minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat molekul yang relatif kecil mempunyai angka penyabunan yang besar dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar, maka angka penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan sebagai banyaknya (mg) KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak.

Garam Beryodium


A. Pendahuluan
Garam beryodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah difortifikasi ( ditambah ) dengan yodium. Di Indonesia yodium ditambahkan dalam garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium yodat ( KIO3 ) berupa larutan pada lapisan tipis garam, sehingga diperoleh campuran yang merata. Garam beryodium yang di anjurkan untuk di konsumsi manusia adalah yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu berdasarkan SNI No 01 3556.2.2000 tahun 1994 dalam SNI kadar yodium dalam garam ditentukan sebesar 30 – 80 ppm dalam bentuk KIO3 hal ini dikaitkan dengan jumlah garam yang dikonsumsi tiap orang per hari adalah 6 – 10 gr.


B. Uji Kandungan Garam Beryodium
Uji kandungan terhadap garam beryodium, dapat diketahui melalui dua cara, yang biasa disebut dengan uji yodina test dan uji titrasi.
a) Uji Yodina Test
 Uji yodina test digunakan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan yodium dalam suatu garam. Pelaksanaan uji yodina test ini masih tergolong mudah dan praktis dari pada uji titrasi.
b. Uji Titrasi
  Uji titrasi pelaksanaannya lebih rumit dari pada uji Yodina test, akan tetapi uji titrasi ini memiliki keunggulan, yaitu dapat mengetahui berapa kadar yodium dalam garam lebih rinci. Disini penulis hanya membahas uji titrasi dengan metode iodometri yang akan dijelaskan sbb :

1. Alat
- mortir
- buret
- timbangan analitis
- beaker glass
- erlenmayer
- pipet 10,0 ml
- corong
- gelas ukur

2. Bahan
- KIO3
- Na2S2O3
- H2SO4 (pa)
- H2SO4 2N
- NaI 10%
- Amylum 1%
- sampel garam
- aquadest

3. Cara Kerja
a. Preparasi Sampel
- Tuang sampel ke dalam mortir
- Haluskan sampai homogen
- Tuang kembali ke dalam wadah tertutup
- Timbang 20-25 gram sampel, tuang ke erlenmayer
- Tambahkan aquadest 125 ml, homogenkan hingga larut sempurna

b. Titrasi Sampel
- Tambahkan 2 ml H2SO4 (pa) ke dalam erlenmayer yang berisi sampel yang telah dilarutkan
- Tambahkan 10 ml KI/NaI, tutup dengan plastik
- Titrasi dengan Na2S2O3 sampai kuning pucat
- Tambahkan 2 ml amylum 1%
- Titrasi kembali sampai warna biru hilang

Senin, 03 Desember 2012

PEMERIKSAAN BORAKS


A.   PENDAHULUAN

Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat, berbentuk kristal lunak dengan rumus kimia Na2B4O7.10H2O dan berat molekul 381,37.  Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat  (H3BO3).  Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata.  Secara lokal boraks dikenal sebagai 'bleng' (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan selain dimaksudkan untuk bahan pengawet juga dimaksudkan untuk membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan.
Penggunaan boraks ternyata telah disalahgunakan sebagai pengawet makanan, antara lain digunakan sebagai pengawet dalam bakso dan mie. Boraks juga dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen. Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar), sehingga dosis boraks dalam tubuh menjadi tinggi.  Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan timbulnya gejala pusing-pusing, muntah, mencret, dan kram perut. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 - 20 g atau lebih. Oleh karenanya, Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 722/MenKes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan, boraks termasuk bahan yang berbahaya dan beracun sehingga tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan makanan.

B.    PEMERIKSAAN BORAKS

1.     Alat dan bahan disiapkan.

2.   Dilarutkan boraks 200 mg dengan 10 mL akuades. 
3.   Ditetesi dengan metil merah 3 tetes. 
4.   Dititrasi dengan HCl 0,1375N.
5.   Titik akhir titrasi diamati hingga terjadi perubahan warna menjadi merah.



Rabu, 28 November 2012

UJI KETENGIKAN MINYAK




A. PENDAHULUAN
Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. lemak dan minyak yang digunakan dalam makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asa lemak.


B. KETENGIKAN
Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama,yaitu ketengikan dan hidrolisa. Tapi yang akan kita bahas adalah tipe kerusakan yaitu ketengikan. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logamberat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam pofirin seperti hematin, hemoglobin, mioklobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase.
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang, sebuah atom hydrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hiper peroksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton  yang bersifat volatile dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Faktor penyebab ketengikan :
1. Ketengikan oleh oksidadi (oxidative rancidity)
2. Ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity)
3. Ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity)

C.      Prosedur Uji Ketengikan
1. erlenmayer 100 ml diisi dengan 5 ml bahan percobaan
2. ditambahkan 5 ml HCl pekat, dan dicampurkan hati-hati
3. masukkan serbuk CaCO3 dan segera ditutup dengan sumbat karet yang dijepitkan kertas floroglusinol sehingga kertasnya tergantung dan biarkan selama 10-20 menit
4. kemudian warna yang timbul diamati pada kertas tersebut. bila kertas berwarna merah muda berarti bahan tersebut tengik. Uji ini dilakukan terhadap minyak kelapa tengik, lemak hewan dan mentega.

Sumber :
http://id.scribd.com/doc/25548234/ketengikan-makanan
http://proseduralatpengujiansnikualitaskadar.blogspot.com/2010/12/uji-lipid-dan-ketengikan.html



4.     



PEMERIKSAAN PEWARNA


A. PENDAHULUAN

Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia, dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari makanan. Sebagai kebutuhan dasar , makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya dan aman dikonsumsi karena makanan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan (Moehji, 1992).
Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik. Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Meski begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna tekstil.

B. CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN PEWARNA PADA MAKANAN

Peralatan :
1. Gelas kimia
2. Pengaduk
3. Sendok
4. Pinset
5. Krustang
6. Pipet ukur
7. Pipet tetes
8. Pipet filler
9. Kompor

Bahan :
1. Sampel makanan atau minuman
2. Larutan KHSO4 10%
3. Larutan NH4OH 10%
4. Larutan CH3COOH encer
5. Benang wool
6. Kertas lakmus biru dan merah

Cara Kerja
PEWARNA YANG DIPERBOLEHKAN
1. Ambil sampel makanan atau minuman yang telah diencerkan ± 50 ml.
2. Tambahkan larutan KHSO4 10% ± 0,5 ml sampai kondisi asam. (lakmus biru menjadi merah)
3. Panaskan sampai dengan mendidih
4. Bila telah mendidih tambahkan benang wool
5. Lanjutkan pendidihan selama 10 menit.
6. Ambil benag wool dan dicuci sampai dengan bersih.
7. Benang wool yang telah dicuci dibagi 2 (dua) bagian :

                -  1 (satu) bagian benang wool ditetesi dengan larutan NH4OH 10% sehingga terjadi perubahan warna. Benang wool menjadi lebih kotor. Apabila terjadi perubahan tersebut makanan atau minuman tersebut mengandung atau positif pewarna alam.
·             -  1 (satu) bagian benang wool ditambah H2O ± 50 ml dan larutan NH4OH 10% ± 0,5 ml kemudian didihkan selama 10 menit. Setelah pendidihan selama 10 menit, benang wool diambil dan diganti dengan benang wool yang masih baru. Tambahkan larutan KHSO4 10% ± 0,5 ml lanjutkan pendidihan selama 10 menit. Apabila benang wool dan cairan berwarna maka makanan atau minuman tersebut mengandung atau positif pewarna sintetis yang diperbolehkan.



PEWARNA YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
1. Ambil sampel makanan atau minuman yang telah diencerkan ± 50 ml.
2. Tambahkan larutan NH4OH 10% ± 0,5 ml sampai kondisi basa. (lakmus merah menjadi biru)
3. Panaskan sampai dengan mendidih
4. Bila telah mendidih tambahkan benang wool
5. Lanjutkan pendidihan selama 10 menit.
6. Ambil benag wool dan dicuci sampai dengan bersih.
7. Masukan benang wool yang telah bersih ke dalam larutan CH3COOH encer ± 50 ml.
8. Panaskan sampai mendidih
9. Benang wool diambil dan diganti dengan benang wool yang masih baru.
10. Lanjutkan pendidihan sampai 10 menit.
11. Apabila cairan tidak berwarna dan benang wool berwarna maka makanan atau minuman tersebut mengandung atau positif pewarna sintetis yang tidak diperbolehkan.


sumber :
http://kesmas-unsoed.blogspot.com/2011/03/laporan-praktikum-uji-zat-warna-pada.html
http://sugengzend.blogspot.com/2009/06/pemeriksaan-pewarna-sintetis-pada.html

Senin, 22 Oktober 2012

Analisa Cuka Metode Alkalimetri


              I. Pengertian
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti dalam asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.


            II. Penentuan Kadar Asam Cuka
Tujuan : menentukan kadar asam cuka perdagangan dengan titrasi
Alat dan Bahan :
- tabung reaksi                                   
- larutan cuka perdagangan/cuka dapur
- pipet tetes                                         
- larutan NaOH 0,1 M
- gelas ukur 10 mL                             
- aquades
- neraca          
- phenolftalein                 

 III. Cara Kerja :
1.  Untuk menentukan massa jenis cuka dapur lakukan kegiatan berikut ini :
a. Timbang gelas ukur 10 mL
b. Masukkan cuka sebanyak 1 mL ke dalam gelas ukur tersebut.
c. Timbang gelas ukur beserta isinya, catat massanya(m2).
d. Hitung massa jenis cuka dengan rumus = ρ = m/v               
 Ingat : m = m2-m1, satuan massa jenis g/mL.
2.  Ke dalam gelas ukur yang berisi cuka dapur tambahkan aquades sampai  volume 10 mL.
3. Ambilah sebanyak 1 mL (± 20 tetes)cuka dapur yang telah diencerkan pada nomor  2 dan tambahkan  1  tetes indikator phenolptalein.
4.  Titrasi larutan tersebut dengan NaOH 0,1 M sampai terjadi perubahan warna merah muda yang konstan.
5. Catat volume larutan NaOH yang digunakan untuk titrasi dan ulangi prosedur di atas hingga diperoleh tiga data yang hampir sama.

 Sumber :http://dipomhacaraxakanu.files.wordpress.com/2011/05/laporan-resmi-pdtk-11.pdfhttp://guru-indonesia.net/admin/file/f_121_PENENTUANKADARASAMCUKAPERDAGANGAN.pdf

Senin, 15 Oktober 2012

Bahan Tambahan Pangan (BTP)


A. Pengertian

Dalam Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa 
yang sengaja ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan  (ingredient) utama. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).

B. Pengelompokan BTP

BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan adalah:
1.      Pewarna (Colour), dilakukan untuk memberi kesan menarik bagi konsumen, menyeragamkan warna makanan, menstabilkan warna, menutupi perubahan warna selama proses pengolahan, dan mengatasi perubahan warna selama penyimpanan.  Pemerintah telah mengatur penggunaan pewarna ini, namun masih banyak produsen pangan yang menggunakan  bahanbahan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan, misalnya pewarna untuk tekstil atau cat yang umumnya mempunyai warna lebih cerah, lebih stabil selama penyimpanan, dan harga lebih murah. Alternatif lain untuk menggantikan penggunaan pewarna sintetis adalah dengan menggunakan pewarna alami seperti ekstrak daun pandan atau daun suji, kunyit, dan ekstrak buah-buahan yang lebih aman. Beberapa pewarna alami yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya adalah : Karamel, Beta-karoten, Klorofil, dan Kurkumin.
2.      Pemanis buatan (Artificial Sweeterner), sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis, membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori ataupun mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes) dan harganya lebih murah. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan pangan di Indonesia adalah Aspartam, sorbitol, sakarin, dan siklamat yang mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami, oleh karena itu sering disebut sebagai “biang gula”.
3.       Pengawet (Preservative), umumnya digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan makanan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makanan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah benzoat, propionat, nitrit, nitrat, sorbat dan sulfit.
4.       Antioksidan (Antioxidant), adalah BTP yang digunakan untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan akibat proses oksidasi lemak, atau minyak yang terdapat di dalam makanan. Bahan antioksidan yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya askorbat, BHA, BHT, TBHQ, propel galat, dan tokoferol.
5.      Antikempal (Anticaking Agent), l biasa ditambahkan ke dalam pangan yang berbentuk tepung atau bubuk. Karena itu peranannya di dalam makanan tidak secara langsung, tetapi terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan seperti susu bubuk, tepung terigu, gula pasir dan lain sebagainya. Beberapa bahan anti kempal yang diizinkan di dalam bahan-bahan untuk makanan diantaranya adalah aluminium silikat, kalsium  aluminium silikat, kalsium silikat, magnsium karbonat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.
6.       Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour, Flavour Enhancer), memberikan, menambah/mempertegas rasa dan aroma. Salah satu penyedap rasa dan aroma yang dikenal luas di Indonesia adalah vetsin, atau bumbu masak dlm berbagai merek. Penyedap rasa tersebut mengandung senyawa yang disebut monosodium glutamat (MSG). Peranan asam glutamat sangat penting, diantaranya untuk merangsang dan mengantar sinyalsinyal antar sel otak, dan dapat memberikan cita rasa pada makanan.
7.       Pengatur keasaman (pengasam, penetral, dan pendapar), Fungsi pengatur keasaman pada makanan adalah untuk membuat makanan menjadi lebih asam, lebih basa, atau menetralkan makanan. Pengatur keasaman mungkin ditambahkan langsung ke dalam makanan, tetapi seringkali terdapat di dalam bahan-bahan yang digunakan untuk membuat makanan. Beberapa pengatur keasaman yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan, diantaranya adalah aluminium amonim/ kalium/ natrium sulfat, asam laktat, asam sitrat, kalium, dan natrium bikarbonat.
8.       Pemutih dan pematang tepung (Flour Treatment Agent), dapat mempercepat proses pemutihan dan sekaligus pematangan tepung sehingga dapat memperbaiki mutu hasil pemanggangan, misalnya dalam pembuatan roti, kraker, biskuit, dan kue. Beberapa bahan pemutih dan pematang tepung yang diizinkan untuk makanan diantaranya adalah asam askorbat, kalium bromat, natrium stearoil-2-laktat.
9.       Pengemulsi, pemantap dan pengental (Emulsifier, Stabilizer, Thickener), fungsinya adalah untuk memantapkan emulsi dari lemak dan air sehingga produk tetap stabil, tidak meleleh, tidak terpisah antara bagian lemak dan air, serta mempunyai tekstur yang kompak. Bahan-bahan pengemulsi, pemantap dan penstabil yang diizinkan digunakan dalam makanan diantaranya agar, alginate, dekstrin, gelatine, gum, karagenan, lesitin, CMC, dan pektin. membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
10.   Pengeras (Firming Agent), untuk membuat makanan menjadi lebih keras atau mencegah makanan menjadi lebih lunak. Beberapa bahan pengeras yang diizinkan untuk makanan diantaranya kalsium glukonat, kalsium klorida, dan kalsium sulfat.
11.   Sekuestran (Sequestrant), g dapat mengikat ion logam pada makanan sehingga memantapkan warna dan tekstur makanan, atau mencegah perubahan warna-warna makanan. Beberapa bahan sekuestrans yang diizinkan untuk makanan di antaranya adalah asam fosfat, iso propil sitrat, kalsium dinatrium edetat (EDTA), monokalium fosfat, dan natrium pirofosfat.
Beberapa bahan Tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan, menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 diantaranya sebagai berikut:
1.      Natrium Tetraborat (Boraks) umumnya digunakan untuk mematri logam, pembuatan gelas dan enamel, sebagai pengawet kayu, dan pembasmi kecoa. Boraks ini sering disalh gunakan untuk dicampurkan dalam pembuatan baso, tahu, ikan asin, mie dll. Boraks bersifat iritan dan racunbagi sel-sel tubuh, berbahaya bagi susunan saraf pusat, ginjal dan hati. Jika tertelan dapat menimbulkan kerusakan pada usus, otak atau ginjal. Kalau digunakan berulang-ulang serta kumulatif akan tertimbun dalam otak, hati dan jaringan lemak. Asam boraks ini akan menyerang sistem saraf pusat dan menimbulkan gejala kerusakan seperti rasa mual, muntah, diare, kejang perut, iritasi kulit dan jaringan lemak, gangguan peredaran darah, kejang-kejang akibatnya koma, bahkan kematian dapat terjadi karena ada gangguan sistem sirkulasi darah.
2.       Formalin (Formaldehyd)
3.      Minyak nabati yang dibrominasi (Brominated Vegetable Oils)
4.      Kloramfenikol (Chlorampenicol) salah satu fungsinya sebagai pemutih, sehingga sering dimasukkan dalam obat kumur pemutih dan pasata gigi. Sejak tahun 1988, Pemerintah Indonesia sudah melarang penggunaan kalium klorat sebagai bahan tambahan makanan karena senyawa ini dapat merusak tubuh bahkan kematian. Jika terpapar dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan methemoglobinemia
5.      (kelainan dalam darah), kerusakan hati dan ginjal, iritasi pada kulit, mata, dan saluran pernapasan. Bila dimakan bersamaan dengan produk pangan, kalium klorat dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, gejalanya mual, muntah dan diare.
6.      Kalium Klorat (Pottasium Chlorate)
7.      Dietilpirokarbonat (Diethylpyrocarbonate) termasuk di dalam bahan kimia karsinogenik mengandung unsur kimia C6H10O5 adalah bahan kimia sintetis yang tidak ditemukan dalam produk-produk alami dan digunakan sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol maupun minuman yang tidak beralkohol. DEP sering digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk dan minuman buah-buahan lain sehingga minuman ini dapat bertahan lama. DEP apabila masuk ke dalam tubuh dan terakumulasi dalam jangka panjang, dapat memicu timbulnya kanker.
8.      Nitrofuranzon (Nitrofuranzone)
9.      P-Phenetilkarbamida (p-Phenethycarbamide, Dulcin, 4-ethoxyphenyl urea)
10.  Asam Salisilat dan garamnya (Salilicylic Acid and its salt) Asam salisilat sering disebut aspirin. Pada aspirin ini adalah analgetik dan anti-inflamasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa aspirin dapat mengurangi jumlah asam folat dalam darah, meskipun kepastian perubahan belum terbukti. Asam salisilat (ortho-Hydroxybenzoik acid) dapat mencegah terjadinya penjamuran pada buah dan telah digunakan dalam pabrik cuka. Namun, penggunaan asam salisilat sebagai pengawet makanan seperti yang diatur Pemerintah Amerika pada tahun 1904 disalahgunakan untuk pengawet makanan pada produsen-produsen makanan yang nakal.Asam salisilat dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan di Indonesia. Pasalnya, asam salisilat memiliki iritasi kuat ketika terhirup atau tertelan. Bahkan ketika ditambah air, asam salisilat tetap memberikan gangguan kesehatan pada tubuh karena dapat menyebabkan nyeri, mual, dan muntah jika tertelan. Pada sebuah sebuah survei terhadap sup sayuran, disebutkan bahwa sup sayuran nonorganik mengandung asam salisilat hampir enam kali lipat ketimbang sup sayuran organik. Kandungan asam salisilat dalam tanaman secara alami berguna untuk tanaman bertahan dari serangan penyakit. Namun bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk ke dalam tubuh, maka gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi pengerasan dinding pembuluh darah dan kanker saluran pencernaan.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), dan kalsium bromat (pengeras).




Sumber: